Kembali lagi! Aah, setelah sekian lama gak ada post baru, akhirnya ada juga post baru :D. Oke, alasan utama tertundanya post di blog ini adalah: field trip ke Jogja! Woo! abis field trip UTS, sibuk sama tugas, berbagai macam hal, akhirnya gak sempet deh bikin post baru~ Maaf ya semua :D Oke, mungkin gak akan post rangkuman pesawat dulu. Kali ini, saya akan menge-post sesuatu yang berbeda, yaitu cerpen! Cerpen ini asli buatan saya, yang saya buat untuk tugas Bahasa Indonesia. Tolong jangan menyalin cerita ini tanpa mencantumkan nama pengarangnya (saya). Silakan disimak! Maaf kalau ada kesalahan, baik di penulisan bahasa, maupun hal-hal yang berbau aviasi, seperti komunikasi ATC atau pesawatnya tersendiri. Maklum, masih pemula.
Sesuatu yang Tak Terkira
Karya: Darfian Ruswifaqa
“Tarik tuas flap sampai 20 derajat, terus turunkan
tenaga mesin 50 persen,” ucap seorang instruktur penerbangan yang menemani Fian
menjalani penerbangan pesawat yang kesekian kalinya. Ya, Fian merupakan salah
satu murid dari sekolah penerbangan “Sky Aviation” yang sangat terkenal
dikalangan penerbang-penerbang handal di seantero Indonesia. Kali ini, ia
sedang menjalani pendaratan pesawat Piper PA-32; sebuah pesawat bermesin satu; setelah
menempuh perjalanan panjang dari Jakarta di salah satu fasilitas latihan
sekolah Sky Aviation yang berada di Jawa Tengah, tepatnya di bandar udara Adi
Sucipto, Yogyakarta.
“Bagus, sekarang masuk ke base leg, turunkan ketinggian 500 kaki.
Buat campuran bensin-udara menjadi rich,”
ucap sang instruktur lagi. “Baik pak, 500 kaki, campuran rich, memasuki base leg untuk final approach bandara Adi Sucipto landasan pacu satu-nol,” sahut
Fian. “Hubungi tower,” sambung sang
instruktur singkat. “SA236, menara Adi Sucipto, final approach Adi Sucipto landasan pacu satu-nol, meminta izin
untuk mendarat, ganti,”, “Menara, SA236 diterima, anda aman untuk mendarat di
landasan pacu satu-nol, ganti,” jawab Menara Kontrol Adi Sucipto memberi
instruksi untuk mendarat di sore hari yang cerah itu. “SA236, diterima, keluar,”
ucap Fian singkat. Perlahan pesawat merendah seiring dengan landasan pacu yang
semakin mendekat. Dan bagian yang paling menegangkan sekaligus mengesankan bagi
para pilot pun tiba, yaitu touchdown.
Fian menarik tuas kemudi pesawat sedikit kebelakang ketika roda pesawat mulai
menyentuh tanah. Dan yak, sempurna! Pesawat mendarat dengan halus dan aman di
bandara Adi Sucipto. Setelah melakukan berbagai pemeriksaan dan mematikan
mesin, Fian dan instruktur turun dari pesawat, dan segera disambut hangat oleh
pihak Sky Aviation dan orang tua Fian. “Jakarta, Bandung, Cirebon, Malang,
Jogja, penerbangan yang sangat panjang untuk sebuah PA-32! Dan kamu melakukan
semua dengan sempurna!” puji kepala bagian Sky Aviation dengan penuh rasa
bangga. “Haduh nak, hebat kamu! Mama Papa bangga sama kamu!” ucap sang Mama
menatap Fian dengan decak bangga. “Selamat ya, Fian! Gak salah Papa Mama
nyekolahin kamu disini,” ujar sang Papa. “Yuk kita istirahat untuk penerbangan selanjutnya.
Besok kamu bakal nerbangin Beechcraft 1900. Persiapan ya!” ujar sang instruktur
yang tadi menemani Fian dalam penerbangannya. Fian sendiri harus berpisah
dengan kedua orang tuanya, karena orang tuanya akan menunggu di Jakarta.
Setelah berpisah, Fian
langsung menuju ke kamar hotel untuk beristirahat. Ia berbagi kamar dengan sang
instruktur yang akan menemaninya lagi di keesokan harinya. “Tidur nak, besok
pasti lelah,” ucap sang instruktur sembari bersiap untuk tidur. “Gak bisa tidur
saya, pak,” jawab Fian. “Ah, paling kamu hanya lelah dan gugup. Sudah, dicoba
saja, lama-lama pasti tertidur,” ucap sang instruktur lagi. Akhirnya, Fian
mencoba untuk tidur. Walaupun sudah meringkuk di kasur, tetap saja matanya
tidak bisa tertutup. Seperti ada suatu perasaan tidak enak yang berada dalam
hatinya. Namun, karena rasa lelah dan kantuk yang mulai mendera, akhirnya Fian
tertidur dengan pulas.
Keesokan harinya, Fian sudah
terbangun sebelum fajar menyingsing. Setelah bersiap-siap, Fian kembali ke
bandara Adi Sucipto tepat saat fajar menyingsing. “Aah, fajar yang indah!”
gumam Fian saat berjalan di terminal bandara. Kepala Sky Aviation sudah
menunggu di sana. “Gimana, Fian? Sudah siap? Ini penerbangan terakhir kamu
dalam perjalanan panjang kamu. Kali ini, kamu akan menerbangkan Beechcraft
B1900D, pesawat dua mesin untuk penerbangan Yogyakarta-Jakarta melewati rute
yang kamu lalui saat perjalanan kemari. Seperti biasa, kamu tetap akan dipandu
oleh instruktur, mengerti? Baiklah, silakan bersiap-siap, pesawat mu sudah
menunggu di apron, siap terbang,”
jelas sang kepala bagian dengan panjang lebar sambil tersenyum, dan berjalan
bersama Fian dan sang instruktur menuju ke apron
bandara. “Baik, Fian, lakukan pemeriksaan pra-penerbangan!” perintah sang
instruktur singkat. Fian melakukan pemeriksaan intensif kepada setiap bagian
pesawat. Sayap, ekor, roda, tangki bahan bakar, semua selesai dicek. Sampailah
ke bagian mesin pesawat. “Mesin kiri, baling-baling bagus, cowling flap bagus, magnetos, karburator, lho? Ini apa?” gumam Fian
saat melakukan pemeriksaan. Ada bagian yang dirasa sedikit janggal. Ia pun
memanggil sang instruktur. “Pak, kok posisinya seperti ini, ya? Harusnya bagian
ini menghadap depan,” ujar Fian. “Hmm, ini gak apa-apa, bisa juga seperti ini,
kemarin habis dipakai juga kaya gini kata teknisinya,” jawab sang instruktur.
Setelah semua pemeriksaan selesai, Fian dan instruktur langsung menaiki
pesawat. “Hati-hati, dan selamat jalan ya!” ucap kepala bagian tepat sebelum
menutup pintu pesawat. “Baca doa dulu,” ucap sang instruktur. “Baik, sekarang
hubungi tower untuk engine-start clearance!”, “SA250, menara,
meminta izin untuk menyalakan mesin, ganti,”, “Menara, SA250, mesin aman untuk
dinyalakan, ganti,” balas si menara. Sang instruktur segera menyuruh Fian untuk
menyalakan kedua mesin pesawat. Setelah mesin menyala, Fian segera menuju
landasan pacu satu-nol untuk lepas landas setelah mendapat izin dari menara
kontrol Adi Sucipto. “Baik, flap 10
derajat, campuran rich, baling-baling
fine, mesin bagus, semua siap,” ujar
sang instruktur saat melakukan pemeriksaan pra-lepas landas. “Menara, SA250
silakan line-up di landasan, ganti,”
ucap pengatur lalu-lintas udara yang berada di menara Adi Sucipto. “SA250,
menara, meminta izin untuk lepas landas, ganti,”, “Menara, SA250, izin diberikan,
anda aman untuk lepas landas, semoga hari anda menyenangkan! Ganti, keluar.”
Perlahan Fian menambah tenaga pada kedua mesin pesawat hingga maksimal. Pesawat
terlihat bergerak perlahan tapi pasti, sebelum akhirnya mengudara. Perlahan
Fian memasukkan roda pendaratan sembari pesawat terus mendaki di atas kota
Yogyakarta. Terlihat pemandangan kota dan gunung Merapi beserta Candi Borobudur
di dekatnya. Pesawat lalu mulai menambah kecepatan setelah pendakian
dihentikan. Kini, pesawat terbang dengan tenang di angkasa. “Take-off yang bagus, Fian! Sekarang,
atur posisi baling-baling dan campuran,” ujar sang instruktur. “Terima kasih,
dan baik pak.”
Pesawat terus membelah
angkasa. Kini, mereka telah mencapai kawasan udara kota Cirebon. “Kita transit di Cirebon terlebih dahulu.
Masuk ke traffic patern Astanajapura
Cirebon, crosswind leg landasan pacu
dua-dua. Hubungi menara,” ucap instruktur sembari mengecek data bandara
Astanajapura. “SA250, menara Cirebon, memasuki crosswind leg, ketinggian 1.000 kaki, meminta izin untuk mendarat
di landasan pacu dua-dua, ganti,”, “Menara, SA250, diterima, anda aman untuk
mendarat di landasan pacu dua-dua. Selamat dating di Cirebon! Ganti, keluar.”
Pendaratan dilakukan dengan mulus. Setelah transit,
pesawat kembali mengudara. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. “Tinggal transit ke Bandung, terus pulang deh ke
Jakarta!” seru Fian senang.
Penerbangan kembali
diteruskan, kali ini, pesawat mengarah ke Bandung untuk pemberhentian terakhir
sebelum kembali ke Jakarta. Beberapa saat sebelum mendarat, Fian dan instruktur
kembali melakukan pemeriksaan ulang terhadap posisi dan keadaan pesawat.
“Tekanan oli mesin sedikit berkurang. Tapi gak ada kerusakan,” ucap Fian dengan
dahi berkerut saat melihat indikator oli mesin di panel pesawat. “Hm, aneh,
coba saya cek sebentar lewat jendela pesawat,” ujar sang instruktur sembari
meninggalkan tempat duduknya dan berjalan ke kabin untuk mengecek mesin
pesawat, “kamu tetap terbangkan sampai Husein Sastranegara, ya!” sambung
instruktur sebelum menutup pintu. “Ah, agak gak enak nih perasaan,” gumam Fian.
Sang Instruktur kembali dari mengecek mesin. “Tidak ada apa-apa, tidak ada
tanda leak dari mesin, mungkin hanya
kekurangan oli, tenang saja ya,” ujar sang instruktur menenangkan Fian yang
terlihat agak gugup dan gelisah. Pendaratan kembali dilakukan dengan mulus dan pemeriksaan
mesin segera dilakukan sesaat setelah mendarat. “Kurang oli, pak,” ucap teknisi
dari Husein Sastranegara, “penambahan sedikit oli cukup,” sambungnya lagi. “Nah
benar, kan, itu cuma kekurangan oli, gak ada yang salah atau rusak,” ucap
instruktur meyakinkan Fian.
Setelah perbaikan selesai, mereka
kembali lepas landas, dan segera mengubah haluan menuju Jakarta untuk melakukan
pendaratan di bandara Soekarno-Hatta. 10 menit sebelum pendaratan, Fian mulai
melakukan hubungan dengan menara kontrol bandara Soekarno-Hatta. “SA250, menara
Soekarno Hatta, memasuki kawasan udara Soekarno Hatta, ketinggian 3.000 kaki,
memulai approach landasan pacu
dua-lima-R, ganti,” ucapnya jelas ke menara Soekarno-Hatta. “Menara, SA250, diterima,
silakan memulai approach landasan
pacu dua-lima-R, ganti,”, “SA250, menara, diterima, ganti, keluar,” ucap Fian
mengakhiri laporan. Tiba-tiba, terjadi sedikit getaran di kemudi. Tekanan oli
kembali menurun, dan terdengar suara gemuruh. Tenaga mesin menurun sedikit demi
sedikit. “Pak! Terjadi kerusakan mesin!” ucap Fian memberi laporan. Terlihat di
panel, tenaga mesin kiri menurun menjadi 300 rpm, jauh di bawah tenaga yang
seharusnya, yaitu 600 rpm. Fian menjadi sedikit panik. “Sudah, tenang, cepat
laporkan keadaan darurat ke menara!”, “baik, pak. SA250, keadaan darurat,
tenaga mesin dan tekanan oli menurun, terdengar suara gemuruh hebat, terdapat
getaran di kemudi,” lapor Fian dengan cepat. Menara segera menjawab, “menara,
diterima, kendaraan darurat disiapkan, kami mendapat kontak visual dengan
pesawat anda. Sepertinya ada asap dari mesin kiri anda. Silakan ganti ke
landasan pacu dua-lima-L, kami akan terus bersama anda, tetap berada pada
lintasan glideslope anda. Semoga
berhasil,” terang menara kontrol. “Jangan gugup nak, kamu pasti bisa mengatasi
ini, berdoalah untuk hasil yang terbaik,” ucap sang instruktur setelah
mendengar instruksi dari menara. “Baik, pak,” ucap Fian gugup.
Bunyi gemuruh terdengar lebih
keras dari sebelumnya. Ketinggian pesawat sudah mencapai 1.000 kaki, hanya
sedikit lagi sebelum mencapai landasan pacu. Pesawat sudah terarah sejajar
dengan landasan pacu. “Alhamdulillah, sudah lined-up!”
ucap Fian. “Alhamdulillah, cepat, flap
35 derajat, biarkan tenaga maksimal.” Tiba-tiba terdengar ledakan keras.
“Duarr!”, “Arrgh, ledakan!” Terlihat asap hitam pekat mengepul dari mesin kiri.
Tenaga mesin kiri semakin menurun. “Menara, SA250, terlihat asap hitam pekat
dan api dari mesin kiri anda,” ucap seseorang dari menara. Pesawat kehilangan
satu mesin yang menyebabkan arah pesawat oleng ke kiri. Indikator temperatur
mesin kanan meninggi akibat tekanan yang terlalu besar. Pesawat keluar dari
lintasan yang seharusnya. Pesawat terus miring kekiri. Akhirnya, Fian mengambil
tindakan berputar untuk menstabilkan arah pesawat. “Kurangi sedikit tenaga
mesinnya, kalau tidak, mesin kanan bisa ikut meledak juga,” ujar sang
instruktur ditengah-tengah kepanikan. Sementara itu, kepala bagian Jakarta
beserta orang tua Fian yang sudah menunggu dari tadi langsung dilanda kecemasan
hebat saat mendengar penundaan penerbangan karena keadaan darurat. Sementara,
di dalam pesawat, Fian masih berupaya mengendalikan pesawat yang kini
berguncang sangat hebat. Ke kiri, ke kanan, naik, turun, pesawat terus bergerak
tanpa arah dengan tidak terkendali. Setelah berjuang mengendalikan pesawat,
akhirnya Fian dapat mengembalikan arah pesawat ke landasan kembali. Pesawat
menukik ke bawah dengan cepat dan tak terkendali. “Mayday, mayday, mayday,” teriak Fian di radio pertanda
pesawatnya dalam keadaan bahaya. Fian menutup mata, pasrah akan apa yang
terjadi. Pesawat tidak lagi terbang, melainkan jatuh dengan bebas. Mesin kiri
sudah tidak berbekas, hanya menyisakan asap hitam, sedangkan mesin kanan sudah
mulai berasap. Ketika peringatan ketinggian berbunyi, Fian menarik kemudi
kebelakang sambil tetap menutup mata. Pesawat akan menyentuh tanah dalam
beberapa detik jika Fian tidak cepat-cepat mengambil tindakan. Dalam keadaan
mesin terbakar, menukik cepat, tidak terkendali, dan Fian sudah lelah,
bercampur gugup, serta panik, tiba-tiba… “KRIIIIIIIING”, “HUAAA, haduh, haduh, ternyata
cuma mimpi, phew, syukurlah,” ucap Fian ketika alarm kamarnya berbunyi. Sudah
jam 5 pagi. Waktunya bangun untuk berangkat ke sekolah. Sembari bergegas ke
kamar mandi, Fian masih tersenyum memikirkan mimpi fantastis yang baru dialami
olehnya.
keren.. keren dar.. tapi ceritanya mengenai pesawat ya ? tapi bagus kok.. meskipun cuma mimpi, mungkin akan jadi kenyataan dar.. yahhh, walaupun kamu sempet bilang gak mungkin jadi pilot.. tapi tentu ada bagian operasional lain yang menangani pesawat kan ?? semangat darfian.. ! :)
ReplyDeleteWkwkwk, makasih Ren, iya tentang pesawat, amiiiiiin. Gabisa terbangin pesawat, harus bisa buat pesawat :D wkwkwk
ReplyDelete